Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kuman Penyakit Ini Digunakan untuk Mengobati Penyakit Lain

Anehdidunia.com - Semua orang normalnya tidak mau kalau tubuhnya sampai kemasukan kuman penyakit. Pasalnya setiap orang pasti ingin supaya dirinya selalu berada dalam kondisi sehat. Namun seiring dengan semakin maju dan beragamnya teknik pengobatan, sejumlah kuman penyakit mulai diberdayakan supaya bisa menyembuhkan penyakit lain yang tidak bisa dihilangkan dengan cara biasa. Berikut ini adalah contoh dari kuman-kuman penyakit tersebut.

Plasmodium Malaria

Plasmodium Malaria
Plasmodium Malaria via wikipedia.org

Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini menyebar ketika seseorang yang terjangkit melakukan hubungan badan dengan orang yang masih sehat. Seseorang juga bisa tertular sifilis ketika ia bersentuhan dengan luka pada kulit penderita sifilis.

Sifilis bakal menyebabkan tubuh penderitanya dipenuhi oleh bisul-bisul kecil. Gejala yang dimiliki sifilis tersebut menyebabkan penderita penyakit ini terlihat menjijikan dan dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya.

Namun bahaya sifilis belum berhenti sampai di sana. Sebelum abad ke-19, sifilis tidak bisa disembuhkan dan bisa menyebabkan korbannya meninggal dunia dalam rentang waktu 4 tahun.

Saat sifilis sudah mencapai fase yang parah, penderita sifilis bakal mengalami lumpuh, kebutaan, dan kerusakan pada sistem syarafnya. Banyak penderita sifilis tingkat lanjut yang sulit mengendalikan diri dan terpaksa disekap di rumah sakit jiwa hingga akhir hayatnya.

Tahun 1880-an, dokter Julius Wargner-Jauregg mengembangkan teknik pengobatan baru untuk menangani sifilis. Metode pengobatannya terbilang unik karena ia justru menggunakan kuman penyakit lain untuk mengobati sifilis.

Julius menggunakan metode pyrotherapy untuk mengobati sifilis. Pyrotherapy adalah tindakan memasukkan kuman penyakit yang sudah dilemahkan dalam tubuh penderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan.

Saat pasien mengalami demam tinggi, kuman penyebab penyakit yang tidak bisa disembuhkann akan mati. Sesudah itu, barulah pasien diobati supaya demamnya hilang.

Julius awalnya menggunakan aneka macam kuman dari vaksin seperti kuman TBC, tifus, hingga kolera. Namun semua upayanya tersebut tidak berhasil.

Tahun 1917, Julius akhirnya menemukan kuman penyakit yang ia cari. Ia mengambil darah dari penderita malaria dan menyuntikkannya kepada orang-orang yang menderita sifilis.

Saat kuman Plasmodium penyebab malaria masuk ke dalam tubuh para pasien sifilis tadi, mereka semua langsung mengalami tinggi layaknya penderita malaria. Karena bakteri sifilis tidak tahan akan suhu lebih dari 40 derajat Celcius selama 6 jam, para pasien tersebut sesudah itu tidak lagi menderita sifilis. Julius lalu melakukan pengobatan untuk menghilangkan malarianya.

Meskipun berhasil mengobati sifilis, terapi memakai Plasmodium juga membawa bahaya bagi pasien. Pasalnya selain menyebabkan demam, malaria juga bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal dan darah. Itulah sebabnya ketika antibiotik penisilin sudah diciptakan, pengobatan sifilis memakai malaria tidak lagi dilanjutkan.

Virus Cacar Sapi

Virus Cacar Sapi
Virus Cacar Sapi via istockphoto.com

Cacar adalah penyakit yang menyebabkan korbannya menderita demam tinggi dan bisul di sekujur tubuhnya. Di masa kini, cacar sudah tidak lagi menjadi bahaya berkat penemuan vaksin cacar.

Namun sebelum tahun 1977, cacar merupakan penyakit yang amat berbahaya. Pasalnya cacar bisa menyebabkan korbannya mengalami kebutaan dan bahkan meninggal dunia. Di Benua Amerika, jutaan penduduk suku Indian diyakini meninggal akibat terkena penyakit cacar yang dibawa oleh orang-orang Eropa.

Edward Jenner adalah orang yang berjasa menciptakan vaksin penyakit cacar sehingga penyakit ini sekarang tidak lagi menjadi momok bagi dunia. Edward sendiri pertama kali mendapat ide untuk menciptakan vaksin cacar ketika ia melihat kalau pemerah susu sapi tidak ada yang pernah terkena penyakit cacar.

Edward lantas menduga kalau pemerah sapi tidak pernah terkena cacar karena saat bekerja, mereka pernah terkena virus cacar sapi. Kebetulan virus cacar sapi memiliki kemiripan dengan virus cacar yang menyerang manusia.

Untuk membuktikan dugaannya tersebut, Edward kemudian memasukkan virus cacar sapi ke dalam tubuh seorang bocah 8 tahun yang bernama James Phipps. Sekitar 2 bulan kemudian, Edward memasukkan virus cacar manusia ke dalam tubuh James. Hasilnya, James ternyata tetap nampak berada dalam kondisi sehat dan tidak terkena penyakit cacar.

Edward lantas berkesimpulan bahwa James kini berada dalam kondisi kebal terhadap virus cacar manusia karena tubuhnya sebelum ini pernah kemasukan virus dengan karakteristik serupa. Dengan menggunakan hasil pengamatannya ini, Edward kemudian mengembangkan vaksin cacar.

Poliovirus

Poliovirus
Poliovirus via genengnews.com

Polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang bernama poliovirus. Mereka yang terkena penyakit ini bisa mengalami kelumpuhan.

Untungnya berkat penemuan vaksin polio, penyakit ini sekarang sudah berada dalam kondisi nyaris lenyap. Pada tahun 1988, ada 350.000 kasus polio yang dilaporkan di seluruh dunia. Namun pada tahun 2017, jumlah kasusnya sudah anjlok hingga tinggal 22 kasus.

Dengan melihat bahaya yang ditimbulkan oleh poliovirus pada manusia, maka adalah hal yang wajar jika manusia berharap supaya poliovirus segera lenyap sepenuhnya dari bumi. Namun sejumlah ilmuwan dari Durham, Amerika Serikat, memiliki pikiran lain. Menurut mereka, poliovirus bisa dimanfaatkan untuk mengobati penyakit lain yang tak kalah berbahaya.

Penyakit berbahaya yang dimaksud di sini adalah glioblastoma (GBM), sejenis penyakit langka yang aslinya merupakan varian lebih agresif dari penyakit kanker otak. Selama ini, GBM diobati dengan memakai metode operasi, radiasi, hingga kemoterapi. Namun setiap kali sudah diobati, penyakit ini kerap kembali dan bisa membunuh pasiennya dalam rentang waktu 1 tahun.

Atas pertimbangan itulah, sekelompok ilmuwan dari Institut Kanker Duke di Amerika Serikat mencoba mengembangkan metode pengobatan alternatif untuk menangani GBM. Poliovirus lantas dilirik sebagai solusi potensial bagi penelitian mereka.

Para ilmuwan tadi memodifikasi poliovirus menjadi jenis virus baru yang bernama PVSRIPO. Saat sudah jadi, virusnya kemudian disuntikkan pada bagian tubuh yang menjadi lokasi kanker otak.

Berdasarkan hasil pengamatan, sebanyak 61 pasien yang disuntik memakai PVSRIPO memiliki peluang bertahan hidup setinggi 21 persen. Meskipun terlihat rendah, jumlah tersebut aslinya merupakan peningkatan jika dibandingkan dengan metode lainnya. Pasalnya penderita GBM yang menjalani metode pengobatan standar hanya memiliki peluang bertahan hidup sebesar 4 persen.

Meskipun terlihat menjanjikan, upaya untuk menjadikan PVSRIPO sebagai metode pengobatan baru untuk menangani GBM tetap tidak bebas dari resiko. Pasalnya bergantung dari lokasi kanker otaknya, pasien yang menjalani pengobatan memakai PVSRIPO juga bakal menderita efek samping.

HIV AIDS

HIV AIDS
HIV AIDS via unair.ac.id

HIV adalah salah satu virus paling berbahaya di dunia. Pasalnya inilah virus yang menjadi penyebab penyakit AIDS. AIDS begitu berbahaya karena penyakit ini belum bisa disembuhkan dan menyerang sistem kekebalan tubuh korbannya. Saat kondisi korban sudah melemah, korban nantinya bisa meninggal akibat terkena penyakit lain (misalnya radang paru-paru).

Meskipun HIV begitu berbahaya, nyatanya virus ini tidak sepenuhnya dijauhi oleh manusia. Beberapa waktu yang lalu, sekelompok ilmuwan mencoba memanfaatkan virus ini untuk menyembuhkan leukodystrophy dan sindrom Wiskott-Aldrich, 2 penyakit mematikan yang kerap menjangkiti anak-anak.

Yang digunakan oleh ilmuwan untuk metode ini aslinya memang bukan virus HIV dalam kondisi utuh, namun sudah diambil sejumlah komponennya untuk membuat vektor viral. Vektor viral adalah pengangkut material-material genetik ke dalam sel tubuh penerimanya.

Pada tahun 2010, sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Luigi Naldini menyuntik 16 orang anak-anak dengan vektor viral berbahan HIV. Enam di antara mereka adalah penderita sindrom Wiskott-Aldrich, sementara 10 orang lainnya adalah pengidap leukodystrophy.

Sekitar tiga tahun kemudian, sebagian di antara mereka menunjukkan tanda-tanda kesembuhan dari penyakit yang mereka derita. Namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk memastikan kalau vektor viral ini memang benar-benar aman dan bisa menjamin kesembuhan bagi penerimanya.

Sumber :
https://listverse.com/2019/04/13/10-microorganisms-and-pathogens-that-are-used-to-treat-other-diseases/