Menguak Naghol Ritual "Bungee Jumping" Suku Vanuatu Tanpa Pengaman
Bungee jumping adalah nama dari olah raga yang tergolong sebagai olah raga ekstrim. Pasalnya dalam olah raga ini, pelakunya akan melompat dari tempat yang amat tinggi dengan tali yang terikat pada kakinya. Saat talinya sudah mencapai ketegangan maksimum, orang tadi akan terpelanting kembali ke atas karena tali yang digunakan adalah tali elastis.
Walaupun terkesan menakutkan, olah raga ini tetap banyak diminati karena ada tantangan sekaligus keasyikan tersendiri saat seseorang menjatuhkan diri dari ketinggian dan kemudian terlontar kembali ke udara. Namun tahukah anda sahabat anehdidunia.com kalau nun jauh di Pasifik sana, terdapat suku lokal yang sudah mempraktikkan bungee jumping secara turun temurun?
Suku tersebut adalah penduduk asli Pulau Pentecost, sebuah pulau yang terletak di sebelah timur Australia dan sekarang termasuk dalam wilayah negara Vanuatu. Penduduk asli pulau ini mengenal praktik menyerupai bungee jumping yang dikenal dengan sebutan “naghol”. Bahkan ada teori yang menyatakan bahwa bungee jumping sebenarnya memang terinspirasi dari naghol.
Menurut teori tersebut, pada awalnya seorang pengelana yang bernama A.J. Hackett menyaksikan penduduk asli Pulau Pentecost sedang melakukan ritual naghol. Karena ia merasa begitu terkesan akan ritual tersebut, ia kemudian nekat melakukan tindakan serupa di Menara Eiffel pada tahun 1987. Sejak itulah, semakin banyak orang yang mengenal bungee jumping dan olah raga ini sekarang menjadi salah satu olah raga ekstrim yang banyak dimainkan.
Jika dibandingkan dengan naghol, bungee jumping bukanlah apa-apa karena olah raga ini dilakukan dengan memakai perlengkapan keamanan yang memadai. Sehingga biarpun olah raga ini terkesan menakutkan dan berbahaya, mereka yang melakukan bungee jumping tetap bisa melakukan olah raga ini dengan selamat.
Namun tidak demikian halnya dengan naghol. Karena naghol pada dasarnya adalah ritual tradisional, naghol tidak dilakukan dengan perlengkapan yang memadai. Jika bungee jumping menggunakan tali yang kuat dan lentur, maka naghol hanya menggunakan tanaman rambat yang bisa membuat pelaku ritualnya terbunuh jika kebetulan tanamannya terlalu panjang atau terlalu rapuh.
Untuk melakukan naghol, mula-mula warga setempat akan membangun menara kayu yang tingginya mencapai 30 meter. Mereka juga mengumpulkan tanaman rambat dari hutan sekitar untuk digunakan sebagai tali pengikat. Tanaman rambat yang digunakan biasanya adalah tanaman masih segar supaya tanamannya tidak terputus saat digunakan untuk ritual.
Tanaman yang hendak digunakan sebagai tali juga harus dipotong dengan cermat supaya panjangnya pas. Jika tali tanaman rambatnya terlalu panjang, maka pelaku ritualnya bisa tewas begitu membentur tanah. Namun jika talinya terlalu pendek, pelaku ritualnya akan terayun ke arah menara dan menghancurkan menara tersebut.
Tugas untuk memilih dan menentukan tanaman rambat yang hendak digunakan sebagai tali hanya dilakukan oleh mereka yang sudah tua. Ia tidak memiliki patokan khusus saat memilih tanaman rambat dan melakukannya murni berdasarkan pengalamannya semata selama bertahun-tahun.
Hanya kaum pria yang melakukan ritual naghol. Tidak jarang mereka yang masih berusia anak-anak ikut serta dalam ritual berbahaya ini. Sahabat anehdidunia.com ritual dimulai ketika peserta melompat dari menara satu per satu. Awalnya peserta melompat dari tingkatan menara yang rendah. Ritual baru berakhir setelah peserta terakhir melompat dari puncak tertinggi menara. Jika peserta ritual mendadak merasa takut saat gilirannya untuk melompat sudah tiba, ia diperbolehkan untuk mengundurkan diri dari ritual.
Saat giliran seorang pelompat sudah tiba, orang-orang tua di desa tersebut akan mengikatkan tali yang terbuat pada tanaman rambat pada kakinya. Sementara mereka yang tidak mengikuti ritual akan menari sambil memainkan alat musik. Namun ketika pelaku ritual sudah sampai di atas menara, keadaan seketika berubah menjadi hening. Sebelum melompat, ia akan menyampaikan pesan terakhirnya sebagai antisipasi kalau-kalau ia tidak selamat usai ritual ini.
Pelaku ritual naghol idealnya melompat sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Ketika dirinya sudah hampir menyentuh tanah, ia akan menekuk kepalanya ke depan supaya bahunya bersentuhan dengan tanah. Ritual naghol dianggap berhasil jika peserta berhasil menggosokkan bahunya ke permukaan tanah sambil bergelantungan. Sesudah itu, penonton akan memotong tali yang mengikat kakinya dan kemudiang mengelu-elukannya sebagai bentuk apresiasi terhadap keberanian yang ditunjukkannya.
Karena naghol pada dasarnya adalah ritual tradisional, mereka yang hendak mengikuti ritual ini pun harus menjalani sejumlah ketentuan dan pantangan tertentu. Sahabat anehdidunia.com pada malam sebelum naghol dilaksanakan, calon peserta akan tidur di bawah menara supaya roh-roh jahat tidak mendekat.
Jika calon peserta sudah memiliki istri, mereka tidak akan melakukan hubungan badan pada hari sebelum naghol dilaksanakan karena mereka percaya, melakukan hubungan badan akan mendatangkan kesialan saat mereka mengikuti naghol. Jika calon peserta memiliki perselisihan atau hutang dengan orang lain, maka ia diharuskan menyelesaikan masalahnya tersebut sebelum bisa mengikuti ritual ini.
Lantas, apa sebenarnya tujuan penduduk asli Pulau Pentecost melakukan ritual ekstrim ini? Ternyata hal tersebut ada kaitannya dengan kepercayaan tradisional. Menurut keyakinan mereka, jika seseorang menyentuhkan bahunya ke atas tanah setelah terjun dari ketinggian, maka tanah tersebut akan menjadi lebih subur. Itulah sebabnya ritual naghol biasanya dilakukan pada bulan April, bulan yang juga menjadi masa panen ubi di Pulau Pentecost.
Menurut mitos yang banyak dipercaya penduduk setempat, pada awalnya ada seorang wanita yang sering dianiaya oleh suaminya sendiri. Karena tidak tahan lagi menerima siksaan fisik terus menerus, wanita tersebut nekat melarikan diri dan memanjat pohon yang amat tinggi. Suaminya yang merasa tidak terima kemudian menyusul istrinya hingga ke atas pohon.
Tanpa diduga-duga, sang istri nekat melompat dari atas puncak pohon, sebelum kemudian disusul oleh sang suami. Karena sang istri memiliki tanaman rambat yang terikat pada kakinya, ia tetap selamat usai menjatuhkan diri dari pohon. Namun tidak demikian dengan suaminya yang tewas seusai begitu menghantam tanah.
Kaum pria yang mendengar cerita tersebut kemudian beramai-ramai mengikatkan kakinya memakai tanaman rambat supaya mereka tidak ikut mengalami nasib serupa. Sejak itulah, penduduk asli Pulau Pentecost beramai-ramai mempratikkan ritual menjatuhkan diri dari ketinggian untuk membuktikan keberanian sekaligus rasa malu mereka. Belakangan, menara yang amat tinggi kemudian dibangun untuk menggantikan pohon sebagai tempat melompat.
Waktu berlalu, keberadaan ritual ini akhirnya diketahui oleh orang Pulau Pentecost. Sekarang turis asing berduyun-duyun menuju Pulau Pentecost untuk melihat sendiri ritual ini dari dekat. Untuk mencapai pulau ini, wisatawan harus menaiki pesawat yang menuju Pulau Pentecost terlebih dahulu. Setibanya di sana, mereka kemudian berjalan kaki melintasi hutan hingga akhirnya tiba di perkampungan penduduk asli yang hendak melaksanakan ritual ini.
Karena ritual ini begitu diminati oleh warga asing, pemerintah Vanuatu lantas menjadikan ritual ini sebagai salah satu bagian dari atraksi mereka. Jika awalnya ritual ini hanya digelar pada musim panen waktu setempat, sekarang ritual ini digelar setiap pekan pada bulan April hingga Juni.
Meskipun wisatawan boleh menyaksikan langsung ritual ini, mereka tidak diperbolehkan ikut serta sebagai penerjun karena ritual ini memiliki resiko kematian yang tinggi. Mereka yang selamat namun mengalami kecelakaan dalam ritual juga berpotensi mengalami kelumpuhan di sisa hidupnya. Meskipun begitu, ritual berbahaya ini masih tetap dipraktikkan hingga sekarang dan menjadi bagian dari budaya khas Vanuatu yang sudah mendunia.
Credit Referensi:
https://adventure.howstuffworks.com/land-diving.htm/printable
https://www.thelostpassport.com/naghol-land-diving/