Terraforming, Solusi Agar Mars Bisa Ditinggali Manusia
Bumi adalah satu-satunya planet di Tata Surya yang mampu menunjang kehidupan. Sayangnya kemampuan Bumi tersebut tidak sebanding dengan ukurannya. Sebagai akibat dari kian bertambahnya populasi manusia, Bumi pun terasa kian penuh sesak. Lahan kosong yang bisa digunakan oleh manusia kian terbatas. Ketersediaan sumber daya alam yang diperlukan untuk menunjang peradaban manusia juga kian menipis.
Mendirikan pemukiman baru di luar Bumi pun lantas menjadi salah satu solusi baru yang kini dilirik oleh umat manusia. Mars menjadi salah satu planet yang dilirik sebagai tempat tinggal baru karena lokasinya yang dekat dengan Bumi. Namun mendirikan pemukiman permanen di atas Mars sendiri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena kondisi permukaan Mars yang berbeda jauh dibandingkan Bumi.
Untuk mengakali kendala tersebut, opsi terraforming lantas coba dijajaki oleh umat manusia. Terraforming sendiri adalah teknik untuk mengubah permukaan suatu planet supaya permukaan planet tersebut jadi bisa ditinggali oleh manusia. Kendati terraforming sudah cukup sering muncul di karya-karya bergenre fiksi ilmiah, melakukan terraforming di dunia nyata merupakan hal yang sama sekali baru.
Lantas, jika terraforming benar-benar dilakukan di atas permukaan Mars, bagaimana kira-kira proses tersebut dilakukan? Melepaskan gas karbon dioksida dalam jumlah besar ke permukaan Mars merupakan metode yang paling banyak dipertimbangkan. Sahabat anehdidunia.com harapannya adalah begitu gas tersebut terkumpul di atmosfer, ketebalan atmosfer Mars akan meningkat dan suhu di permukaan Mars menjadi lebih hangat untuk menunjang kehidupan.
Metode itu pulalah yang tengah dipertimbangkan oleh pebisnis nyentrik Elon Musk. Ia bahkan pernah melontarkan pendapat kalau sudah waktunya manusia menjadi spesies yang hidup di banyak planet demi menghindari resiko kepunahan di muka Bumi. Karena Mars berjarak tidak jauh dari Bumi, Mars pun dipertimbangkan sebagai planet pertama yang bisa dikoloni oleh manusia.
Usulan Musk mengenai teknik terraforming Mars bisa dibilang beresiko tinggi dan bahkan terkesan gila. Pada bulan September 2015, ia sempat mengusulkan kalau manusia sebaiknya menembakkan roket nuklir ke permukaan Mars supaya lapisan esnya meleleh dan melepaskan karbon dioksida dalam jumlah besar. Sebulan berlalu, ia mengajukan usulan baru kalau karbon dioksida beku di Mars bisa dilelehkan memakai semacam Matahari mini.
Bukan hanya Musk yang merasa yakin kalau manusia bisa melakukan terraforming di permukaan Mars. Ilmuwan Robert M. Zubrin juga merasa yakin kalau proses terraforming permukaan Mars bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan. Namun tidak seperti metode usulan Musk yang terkesan sensasional, Zubrin merasa kalau terraforming bisa dilakukan hanya dengan memanaskan tanah di permukaan Mars.
“Kita bisa menghangatkan Mars hingga beberapa derajat Celcius dengan memakai gas CF4 (karbon tetrafluroid). Hal ini akan mengakibatkan gas-gas karbon dioksida keluar dari tanah Mars,” tulis Zubrin. “Ini akan membuat Mars menjadi lebih hangat, melepaskan karbon dioksida, menimbulkan efek rumah kaca.”
“Karbon dioksida yang dibutuhkan sudah ada di sana. Jika tanah Mars mengandung satu persen karbon dioksida terserap, makan pada ketinggian 200 meter tekanan atmosfer Mars bakal mencapai 300 mb (5 psi). Tekanan yang sama dengan yang ada di Skylab, atau Gunung Everest. Kita tidak perlu lagi memakai baju astronot di Mars,” sambung Zubrin.
Badan antariksa NASA sendiri cenderung bersikap lebih skeptis mengenai rencana terraforming Planet Mars. Bukan hanya karena masih terbatasnya teknologi yang tersedia di masa sekarang, tetapi juga karena metode terraforming dianggap tidak hanya akan berujung sia-sia jika berhasil dilakukan.
Hal tersebut disampaikan oleh NASA dalam hasil penelitian yang dirilis pada bulan Juli 2018 lalu. Menurut hasil studi ini, Mars tidak memiliki kandungan karbon dioksida yang cukup untuk dilepaskan ke atmosfer dan menghangatkan permukaan Mars. Atmosfer Mars yang sekarang bahan penyusun utamanya memang terdiri dari karbon dioksida. Namun karena atmoster Mars terlampau tipis, atmosfer tersebut terlampau tipis untuk bisa menunjang keberadaan air yang notabene merupakan komponen terpenting bagi makhluk hidup.
Tekanan atmosfer yang dimiliki Mars hanya kurang dari satu persen tekanan atmosfer yang dimiliki oleh Bumi. Sahabat anehdidunia.com sebagai akibatnya, jika ada cairan di permukaan Mars, cairan tersebut akan segera menghilang berganti wujud dalam waktu singkat. Entah karena membeku atau karena berubah menjadi uap.
Untuk menjaga supaya cairan di permukaan Mars tetap berada dalam kondisi stabil, meningkatkan ketebalan atmosfer dan suhu permukaan Mars memakai karbon dioksida menjadi opsi yang paling banyak dipertimbangkan. Selain karena Mars sejak awal memang memiliki kandungan karbon dioksidanya sendiri, fenomena pemanasan global dan efek rumah kaca membuktikan kalau akumulasi gas karbon dioksida di atmosfer memang bisa meningkatkan suhu permukaan planet.
Penelitian mengenai wacana terraforming Mars memang sudah pernah beberapa kali dilakukan sebelumnya. Namun dalam penelitian NASA yang terbaru ini, mereka menggunakan data yang didapat dari hasil mengamati permukaan Mars selama 20 tahun memakai wahana tanpa awak.
“Data-data ini telah memberikan informasi baru yang sangat penting mengenai riwayat materi-materi yang mudah menguap di permukaan Mars seperti karbon dioksida dan air, jumlah materi serupa yang terperangkap di bawah permukaan, dan hilangnya gas-gas dari atmosfer ke luar angkasa,” kata ilmuwan Christopher Edwards yang turut terlibat dalam penelitian ini seperti yang dikutip oleh situs resmi NASA.
“Hasil penelitian kami menunjukkan kalau tidak ada kadar karbon dioksida yang cukup di Mars untuk menunjang proses efek rumah kaca yang signifikan dengan cara menempatkannya ke atmosfer. Selain itu, sebagian besar dari kandungan karbon dioksida tidak bisa diakses dan dilepaskan dengan mudah. Sebagai akibatnya, melakukan terraforming Mars dengan teknologi yang ada sekarang tidaklah mungkin untuk dilakukan,” tambah Bruce Jakosky yang memimpin penelitian ini.
Walaupun Mars memiliki kandungan air yang bisa digunakan untuk menghasilkan uap air, penelitian terdahulu menunjukkan kalau air yang di Mars tidak bisa berubah menjadi uap secara alamiah jika karbon dioksidanya tidak mengalami penghangatan terlebih dahulu. Kendati pemberian gas-gas lain semisal karbon klorofluor (CFC) secara teoritis bisa membantu meningkatkan suhu atmosfer Mars, gas tersebut hanya bersifat jangka pendek.
Tudung es di kutub Mars menjadi sumber utama pasokan karbon dioksida yang paling mudah diakses oleh manusia. Supaya karbon dioksida tersebut bisa bergabung ke atmosfer, tudung es tersebut bisa dilelehkan dengan memakai ledakan atau dengan memakai semacam debu agar tudung esnya bisa menyerap lebih banyak radiasi sinar matahari. Namun kalaupun karbon dioksida beku di Mars berhasil dilepaskan, tekanan atmosfer Mars hanya akan bertambah menjadi sekitar 1,2 persen dari tekanan atmosfer Bumi.
Benda lain di Mars yang mengandung karbon dioksida adalah partikel-partikel debu yang banyak terdapat di dalam tanah Mars. Sahabat anehdidunia.com jika tanah tersebut dipanaskan, maka gas-gas di dalamnya akan terlepas keluar. Namun jumlahnya hanya akan meningkatnya tekanan atmosfer Mars hingga 4 persen. Sumber karbon dioksida lain di Mars adalah cadangan mineral. Namun kalaupun seluruh cadangan mineral yang ada di dekat permukaan ditambang habis, tekanan atmosfer Mars hanya akan bertambah 5 persen.
Jika sudah begitu, apakah berarti permukaan Mars memang benar-benar tidak bisa ditinggali oleh manusia tanpa memakai alat bantu? Nampaknya tidak demikian. Dengan melihat adanya celah-celah menyerupai sungai kering di permukaan Mars, diperkirakan Mars sempat dihuni oleh makhluk hidup di masa lampau. Namun akibat terjangan angin surya dan radiasi matahari, gas-gas di atmosfer Mars secara berangsur-angsur menipis hingga tidak bisa lagi menunjang kehidupan.
Dengan teknologi yang ada sekarang, mengubah permukaan Mars menjadi tempat yang bersahabat bagi makhluk hidup memang bak menegakkan benang basah. Namun dengan melihat begitu pesatnya laju perkembangan teknologi selama seabad terakhir, siapa yang tahu kalau hal tersebut benar-benar bisa diwujudkan di masa depan.
Sumber :
https://www.inverse.com/article/47642-elon-musk-wants-to-terraform-mars-and-he-s-refusing-to-back-down
https://www.nasa.gov/press-release/goddard/2018/mars-terraforming