Rahasia di Balik Pintu Neraka Turki Yang Bisa Membunuh Apapun Dalam Sekejap
Setiap peradaban memiliki ceritanya masing-masing seputar neraka. Hal yang sama juga berlaku untuk peradaban Romawi Kuno. Menurut kepercayaan versi mereka, neraka bahkan memiliki semacam pintu gerbang yang terhubung langsung ke permukaan Bumi.
Pintu neraka tersebut adalah gua Plutonium yang sekarang terletak di Hierapolis, Turki barat. Dalam bahasa Romawi Kuno, kata Plutonium berarti “Tempatnya Pluto”. Dalam kepercayaan Romawi Kuno sendiri, Pluto – atau Hades kalau dalam kepercayaan Yunani Kuno – adalah nama dari dewa penguasa neraka atau dunia bawah. Nama Pluto nantinya digunakan oleh astronom untuk menyebut benda langit menyerupai planet yang berada di pinggiran Tata Surya.
Di masa silam, tempat di mana gua ini berada juga menjadi lokasi dari kota kuno Hierapolis. Sementara pintu luar gua yang bersangkutan dibangun sedemikian rupa supaya menyerupai pintu gerbang bangunan. Sebuah lapangan luas dan kuil pemujaan Dewa Pluto juga dibangun di atas gua tersebut.
Lantas, adakah alasan khusus mengapa tempat tersebut dianggap terhubung ke neraka? Atau klaim tersebut hanya dibuat semata-semata? Ternyata ada cerita misterius di balik gua merangkap kuil tersebut.
Menurut catatan sejarawan Strabo pada tahun 24 M, gua tersebut dipenuhi oleh kabut misterius yang bakal merenggut nyawa siapapun. Ia bahkan mengaku pernah melakukan uji coba sendiri untuk membuktikan seberapa mematikannya gua tersebut.
“Tempat ini penuh dengan kabut uap yang sangat tebal sampai-sampai siapapun tidak bisa akan melihat permukaan tanah di bawahnya. Hewan apapun yang melintas ke dalamnya bakal langsung tewas seketika,” tulis Strabo. “Saya melempar burung pipit dan dalam waktu singkat mereka menghembuskan napas terakhirnya dan mati.”
Oleh karena itulah, di masa Romawi Kuno penduduk setempat bakal menggelar ritual pengorbanan secara teratur. Para pendeta bakal mendekati pintu gua sambil membawa sapi jantan yang kondisinya sehat. Hanya dalam waktu singkat, sapi tersebut mati dengan sendirinya. Namun ajaibnya, pendeta yang menemani sapi tadi bisa pergi meninggalkan pintu gua dengan selamat.
Beratus-ratus tahun berlalu, aura mistis yang menaungi tempat ini ternyata belum hilang. Pada tahun 2011 silam, tempat ini dibongkar kembali oleh para arkeolog. Saat pintu gua terbuka kembali, burung-burung berdatangan ke pintu gua karena tertarik akan udara hangat yang dipancarkan dari dalam gua.
Namun di sinilah keanehan langsung terjadi. Secara misterius, burung-burung tersebut mati dengan sendirinya. Kalau sudah begitu, benarkah gua tersebut memang benar-benar terhubung ke neraka? Dan mungkinkah kabut tersebut aslinya merupakan hasil kerja Dewa Pluto yang sedang mencari korban?
Ternyata ada penjelasan ilmiah tersendiri di balik fenomena menyeramkan yang menghantui Plutonium. Menurut penelitian yang dipimpin oleh pakar biologi gunung berapi Hardy Pfanz, gua ini bisa membunuh hewan lebih karena faktor lokasi geografisnya yang unik.
Sekedar informasi, Hierapolis dan Plutonium berada di atas salah satu kawasan geologis yang paling aktif. Sekitar 22 abad yang lalu, di lokasi ini terdapat mata air panas yang dipercaya memiliki kemampuan penyembuhan yang luar biasa. Di bawah Hiearapolis sendiri terdapat gas karbon dioksida (CO2) dari aktivitas gunung berapi yang merembes keluar sebagai kabut tebal.
Untuk memahami kemampuan membunuh yang dimiliki oleh Plutonium, Pfanz dan rekan-rekannya kemudian melakukan pengukuran gas CO2 yang ada di lapangan dekat mulut gua. Pada siang hari, sinar matahari membuat gas menghilang. Namun pada saat matahari terbenam, gas-gas tadi akan mengumpul sehingga muncullah pemandangan menyerupai kabut. Karena gas tadi memiliki massa jenis yang lebih berat dari udara bebas, kabut pun terlihat memenuhi lantai gua.
Kabut gas CO2 ini utamanya paling mematikan pada pagi hari karena pada periode tersebut, ketinggian kabut mencapai 40 cm dan kandungan karbon dioksidanya mencapai 35%. Jumlah yang cukup untuk membuat hewan dan bahkan manusia mati kekurangan oksigen hanya dalam hitungan menit.
Jika kabut ini juga membahayakan untuk manusia, lantas mengapa ada cerita kalau para pendeta Romawi Kuno bisa mendekati gua tanpa mati tercekik? Menurut Pfanz, hal tersebut disebabkan karena kadar CO2 semakin berkurang saat semakin jauh dari lantai.
Pfanz berteori kalau para pendeta mungkin hanya melakukan ritual pengorbanan pada pagi atau sore hari, saat konsentrasi gas CO2 sedang tinggi-tingginya. Karena manusia memiliki postur yang tinggi, gas CO2 dari kabut tidak akan bisa menjangkau dan meracuni para pendeta.
Namun hal demikian tidak berlaku untuk sapi yang menjadi korban persembahan. Karena posisi kepala sapi lebih rendah dibandingkan posisi kepala manusia, gas CO2 bisa memasuki hidung sapi dan membuatnya terhuyung-huyung. Saat sapi tersebut kian sulit menjaga keseimbangannya sendiri, sapi tadi jatuh tersungkur ke atas tanah dan akhirnya mati akibat terlalu banyak menghirup CO2.
“Para pendeta... tahu kalau napas kematian Kerberos hanya mencapai ketinggian tertentu,” kata Pfanz. Dalam kepercayaan Yunani Kuno, Kerberos atau Cerberus adalah nama dari anjing berkepala banyak yang menjaga neraka, dan kabut tadi dipercaya sebagai hembusan napas dari Kerberos.
Namun menurut arkeolog Francesco D’Andria yang sempat ikut terlibat dalam proses penggalian Plutonium pada tahun 2011 silam, para pendeta mungkin bukan hanya melakukan ritual pengorbanan pada pagi atau sore hari, tetapi juga pada malam hari saat gua tersebut berada dalam kondisi gelap gulita.
D’Andria berani melontarkan pendapat demikian karena timnya sempat menemukan deretan lampu minyak kuno di sekitar gua. Jika gua tersebut hanya digunakan pada saat matahari masih bersinar, maka tentunya keberadaan lampu-lampu tersebut tidak diperlukan.
Deretan lampu minyak sendiri bukanlah satu-satunya peninggalan yang ditemukan di lokasi Plutonium. Pada Tahun 2013, D’Andria dan rekan-rekannya juga berhasil menemukan dua patung yang terbuat dari marmer. Salah satu patung menampilkan sosok ular yang sedang menggulung, sementara patung yang satu menampilkan sosok menyerupai Kerberos yang sedang berdiri tegak bak anjing penjaga yang sedang bersiaga.
“Patung-patung ini cukup menakutkan,” komentar D’Andria seperti yang dilansir oleh News.com.au. “Patung-patung ini menampilkan dua sosok makhluk mitos. Yang satu menampilkan sosok ular, sebuah simbol yang jelas mengenai dunia bawah. Yang satunya menampilkan Kerberos, atau Cerberus, anjing kepala tiga penjaga neraka dalam mitologi Yunani.”
D’Andria menambahkan kalau Plutonium dan kuil di dekatnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat untuk mengorbankan hewan, tetapi juga sebagai tempat ziarah. Menurut D’Andria, para peziarah akan berendam di dalam kolam yang berada tidak jauh dari kuil, tidur tidak terlalu jauh dari mulut gua, dan mendapatkan ramalan masa depan lewat mimpi.
“Sekitar 2.500 tahun yang lalu, warga beramai-ramai datang ke sumber air panas untuk memulihkan kesehatannya,” tambah walikota setempat Abdülkadir Demir. “Sesudah menginjak usia tertentu, mereka mulai menetap di sini dan turut dikubur di sini saat sudah meninggal.”
Saat agama Kristen mulai mendominasi Eropa, pintu Plutonium sengaja disegel agar tidak ada lagi ritual pra-Kristen yang bisa dilakukan di sana. Patung-patung yang ada di sekitar gua juga menjadi korban vandalisme. Sesudah itu, keberadaan kuil ini pun sempat menghilang dari pandangan publik. Untungnya keberadaan kuil ini dan rahasia di dalamnya berhasil kembali disingkap berkat kerja keras para arkeolog dan sejarawan. Sekarang reruntuhan Hierapolis menjadi tempat wisata sejarah yang diakui oleh UNESCO sebagai warisan sejarah dunia.
Sumber :
https://www.news.com.au/travel/travel-updates/two-of-hells-guardians-have-been-uncovered-at-the-plutos-gate-archaeological-site-at-hierapolis-turkey/news-story/cce440ea14c34eb8e2d841ceac064496
http://www.sciencemag.org/news/2018/02/roman-gate-hell-killed-its-victims-cloud-deadly-carbon-dioxide
https://whc.unesco.org/en/list/485