Foto Langka Balada Suku Suku Pedalaman
Bagi suku-suku di hutan amazon yang mengisolasi diri dari dunia luar ini, memandang orang luar yang membawa pesawat dan peralatan untuk merekam mereka, akan membuat mereka marah, karena mereka pernah di bantai dengan kejam dari pesawat yang melempari mereka dengan dinamit. Sahabat anehdidunia.com tak mengherankan jika mereka terkejut dan marah serta mengarahkan senjata2 mereka untuk mengusir pesawat. Mereka tidak tahu yang berada di pesawat adalah para ilmuwan, bukan perambah hutan ataupun penambang. Jika itu yang terjadi, maka kisah tragislah yang akan terjadi.
Apakah ini suku yang 'hilang' atau baru 'ditemukan' ?
Bukan, itu sensasi kosong. Hari ini sangat tidak mungkin ada suku yang keberadaannya sama sekali tidak diketahui oleh orang lain. Suku terasing dalam foto ini telah dimonitor oleh pemerintah Brazil selama 20 tahun, dan tinggal di daerah yang kemudian dijadikan reservasi untuk melindungi suku-suku terasing (uncontacted) macam mereka.
Apa yang dimaksud dengan 'terasing'?
Masyarakat yang tidak memiliki kontak damai dengan siapa pun dalam masyarakat mainstream atau dominan. Ada sekitar 150 suku terasing di dunia.
Siapa suku terasing pada foto-foto ini?
Banyak suku di daerah ini mengalami kekejaman 'boom karet' seratus tahun yang lalu, ketika karet liar menjadi komoditas penting internasional. Banyak tewas atau meninggal karena penyakit. Namun sahabat anehdidunia.com beberapa berhasil melarikan diri lebih dalam ke hutan. Orang-orang Indian terasing yang hidup di sini hari ini kemungkinan adalah keturunan dari orang orang yang selamat dari tragedi bom karet
Mengapa mereka mencat tubuh mereka?
Suku Amerika Selatan banyak menggunakan cat tubuh sebagai dekorasi dan untuk alasan lain. Cat Merah (dikenal sebagai urucum) terbuat dari biji semak annatto. Masyarakat adat menggunakannya untuk hal-hal seperti warna tempat tidur gantung dan keranjang, serta kulit mereka. (zat ini ini juga digunakan sebagai pewarna oleh industri makanan.) Banyak suku-suku Amazon membuat pewarna hitam dari tanaman genipapo. Beberapa juga menggunakan arang. Hitam dapat digunakan untuk sinyal permusuhan. Seperti suku-suku lain di kawasan itu, para pria telah mencukur dahi mereka dan memiliki rambut panjang.
Bagaimana mereka bisa didokumentasikan jika mereka terasing?
Ototiras Brazil telah memantau kelompok Indian terasing selama bertahun-tahun dari udara. yang digunakan untuk mengumpulkan bukti invasi dari tanah mereka.
Indian tentu mendengar suara pesawat sebelum pesawat terlihat. Mereka mengenal pesawat, karena banyak pesawat yang lewat di atas mereka selama bertahun-tahun, dari jet komersial sampai pesawat ringan milik misionaris, prospectors dan otoritas pemerintah seperti FUNAI.
Bagaimana orang-orang hidup? Apa yang mereka makan? Makanan apa yang terlihat di keranjang?
Mereka mungkin hidup dalam cara yang mirip dengan banyak Indian Amazon lainnya. Mereka telah menanam kebun sayur besar untuk buah dan sayuran, dan ubi kayu, jagung, ubi jalar, labu, kacang tanah, pepaya, serta pisang, semua dapat diidentifikasi. Mereka juga menanam kapas yang dipintal dan ditenun untuk rok. Para pria memiliki pita pinggang kapas dan beberapa memiliki gaun kepala kecil. Para pria membawa busur dan anak panah untuk berburu - mungkin tapir, babi hutan, rusa dan kera. Tidak ada kano yang terlihat (banyak suku Amazon tidak menggunakannya), tapi mereka mungkin menangkap ikan juga.
Keranjang yang dibuat untuk menyimpan sayuran dan ikan. (Di sebelah kiri foto ada setumpuk ubi kayu atau kentang manis, keranjang dengan tutup tergeletak di tanah penuh dengan pepaya.. Di pintu masuk ke rumah dua keranjang, satu menunjukkan tali tas. Keranjang sebelah kanan menunjukkan umbi yang dikupas - mungkin ubi kayu lain ditutupi dengan daun pisang untuk melindungi makanan di dalam)
Bagaimana kesehatan dan kesejahteraan mereka?
Tampaknya sangat baik. Dalam foto-foto diatas orang Indian terlihat kuat dan sehat serta kebun mereka penuh dengan produk.
Mengapa foto dan rekaman video ini dirilis?
Berbagai pejabat pemerintah di Peru dan Brazil menolak keberadaan suku terasing dan menuduh organisasi masyarakat adat dan pecinta lingkungan mengada-ada tentang keberadaan mereka. Foto-foto ini memberikan bukti jelas dan meyakinkan bahwa suku-suku terasing memang ada. Banyak orang menyadari pentingnya menggunakan foto dan rekaman untuk membujuk pemerintah untuk melindungi tanah masyarakat suku terasing ' dan menegakkan hak-hak mereka.
Apa tujuan berikutnya yang ingin dicapai?
Kelangsungan hidup suku suku terasing ini, dengan meluncurkan kampanye mendesak dan menyerukan kepada pemerintah Peru untuk mengusir semua penebang liar yang beroperasi di tanah Indian terasing di Peru.
Banyak dari suku yang saat ini terasing, sebenarnya adalah yang selamat (atau keturunan dari yang selamat) dari kekejaman masa lalu. Tindakan - pembantaian, wabah penyakit, kekejaman yang mengerikan - yang terukir ke dalam memori kolektif mereka, dan bagi mereka sekarang kontak dengan dunia luar harus dihindari semaksimal mungkin.
Sebagian besar orang Indian yang terisolasi Amazonia Barat, misalnya, adalah keturunan yang selamat dari bom-bom karet yang melanda wilayah ini pada akhir abad 19, memusnahkan 90% dari penduduk Indian dalam gelombang perbudakan dan kebrutalan yang mengerikan.
Suku Awa dan jalan yg dibuat oleh perambah hutan
Lainnya adalah korban pembunuhan yang lebih baru. Orang-orang Amazon yang dikenal sebagai 'Cinta Larga' ['sabuk lebar'] mengalami serangan ganas dan mengerikan di tangan penyadap karet Brasil antara tahun 1920-an dan 1960-an. Satu insiden yang terkenal, 'pembantaian paralel ke-11' di tahun 1963, terjadi di hulu sungai Aripuanã dimana perusahaan dari Arruda, Junqueira & Co sedang mengumpulkan karet.
Kepala perusahaan, Antonio Mascarenhas Junqueira, merencanakan pembantaian, karena menganggap indian Cinta Larga menghalangi kegiatan komersialnya. Dalam pidatonya kepada anak buahnya, dia berkata: "Mereka adalah parasit yang memalukan. Sekarang waktunya untuk membereskannya, sekarang waktunya untuk membasmi hama. Mari kita likuidasi para gelandangan ini. "
Dia menyewa sebuah pesawat kecil, kemudian menjatuhkan batang-batang dinamit ke desa Cinta Larga dari pesawat. Setelah itu sahabat anehdidunia.com, beberapa anak buahnya yang berjalan kaki untuk menghabisi orang orang yang masih mereka temukan - seorang bayi yang sedang disusui ibunya, mereka tembak dua-duanya dikepala dan kemudian menggantung kepala-kepala yg sudah mereka potong. Hakim di pengadilan salah satu terdakwa mengatakan, 'Kami tidak pernah mendengar kasus di mana ada begitu banyak kekerasan, begitu banyak aib, egoisme dan kebiadaban serta tidak adanya penghargaan terhadap nyawa manusia.'
Pada tahun 1975 salah satu pelaku, Jose Duarte de Prado, dijatuhi hukuman penjara 10 tahun, namun setahun kemudian mendapat ampunan. Dia menyatakan selama persidangan, 'Membunuh Indian adalah tindakan yang baik. Mereka pemalas dan pengkhianat'
Pembukaan hutan juga telah menghancurkan hampir seluruh tanah suku Akuntsu di Peru. Suku ini dianggap menghambat 'kemajuan', karena tanah mereka berada pada rencana pembukaan hutan untuk eksplorasi minyak. Nasib suku ini kemudian berakhir cukup tragis.
Tidak ada yang dapat berbicara bahasa mereka, sehingga rincian tepat dari apa yang terjadi pada mereka tidak pernah diketahui. Tetapi ketika agen dari departemen urusan Indian, Brasil FUNAI menghubungi mereka pada tahun 1995, mereka menemukan bahwa pembuka-pembuka hutanlah yang telah mengambil alih tanah suku akuntsu dan 'telah membantai hampir semua anggota suku, serta membuldoser rumah rumah mereka untuk mencoba untuk menutupi pembantaian.
Hanya beranggotakan lima orang inilah suku Akuntsu sekarang.
Hanya lima Akuntsu bertahan hidup. Salah seorang pria, Pupak, masih memiliki peluru bekas tembakan di punggungnya, dan juga mimes yang selamat dari orang-orang bersenjata yang mengejarnya dengan menunggang kuda. Ia dan sekelompok kecil yang selamat kini tinggal sendirian di sebuah fragmen hutan - Hanya lima orang yang tersisa dari suku Akuntsu.
Yang lebih mencengangkan adalah suku-suku yang telah lama terisolir dari dunia luar ini tidak memiliki kekebalan tubuh seperti mereka yang datang dari dunia luar. Beberapa suku terasing di amazon menghadapi kepunahan hanya karena penyakit seperti influenza, malaria dan gangguan pernafasan yang dibawa oleh pendatang dari dunia luar, seperti misionaris dan pekerja-pekerja tambang/kebun. Hal tersebut telah terjadi pada suku Zo’é dan Murunahua di Peru.
suku Zo’é yg mulai berkembang kembali
Memang kontak dengan suku suku terasing ini dapat berakibat sangat fatal, baik bagi mereka maupun bagi orang luar. Ada beberapa ilmuwan yang mencoba meneliti dan beberapa misionaris juga tewas terbunuh. Oleh karena itu harapan/ atau keinginan suku suku indian ini untuk tetap 'sendiri' di alam mereka haruslah di hormati.
Di Indonesia, selain di papua, juga banyak kita jumpai keserakahan atas nama pembangunan, menggusur suku-suku yang memilih untuk menolak budaya lain selain budaya mereka sendiri. salah satunya adalah suku anak dalam atau suku kubu.
Suku Anak Dalam, Jambi
Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatra Selatan. Mereka mayoritas hidup di propinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang.
Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang m lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem matrilineal.
Secara garis besar di Jambi mereka hidup di 3 wilayah ekologis yang berbeda, yaitu Orang Kubu yang di utara Provinsi Jambi (sekitaran Taman Nasional Bukit 30), Taman Nasional Bukit 12, dan wilayah selatan Provinsi Jambi (sepanjang jalan lintas Sumatra). Mereka hidup secara nomaden dan mendasarkan hidupnya pada berburu dan meramu, walaupun banyak dari mereka sekarang telah memiliki lahan karet dan pertanian lainnya.
Kehidupan mereka sangat mengenaskan seiring dengan hilangnya sumber daya hutan yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan, dan proses-proses marginalisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan suku bangsa dominan (Orang Melayu) yang ada di Jambi dan Sumatra Selatan. Mayoritas suku kubu menganut kepercayaan animisme.