Dokumen Paling Rahasia di Dunia Akhirnya Bocor Ke Publik
Yang namanya rahasia adalah tidak boleh diketahui oleh umum, sepeerti rahasia militer, rahasia negara yang sifatnya menyangkut kerahasiaan sebuah negara. Namun entah bagaimana caranya, beberapa dokumen rahasia yang memberitakan sebuah misi atau proyek rahasia ternyata bisa bocor ke publik. Berikut Dokumen Paling Rahasia di Dunia Akhirnya Bocor Ke Publik
Dokumen Rahasia Militer Israel
Dokumen resmi berkategori rahasia negara tentang dua sistem militer Israel yang sangat rahasia, tidak pernah dipublikasikan, bocor ke publik secara online. Kebocoran dokumen milik Pasukan Pertahanan Israel (IDF) itu gambarkan sebagai "kesalahan keamanan informasi serius". Dokumen tersebut mengungkapkan informasi rahasia mengenai kemampuan dan metode operasional IDF.
Seperti dilansir Middle East Monitor pada 7 Maret 2018, dokumen yang bocor itu ditandatangani oleh Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman. Surat kabar Israel, Hareetz mengatakan meski isi dari dokumen itu dapat dilihat bebas masyarakat di Internet, namun media telah dilarang menulisnya karena akan dianggap sebagai pelanggaran peraturan sensor militer. Bahkan satu dari dua dokumen yang bocor itu digolongkan sangat rahasia sehingga dilarang bagi mereka yang mengetahuinya untuk menyebutnya melalui percakapan telepon.
Kedua dokumen itu sempat diakses publik selama beberapa waktu sebelum akhirnya berhasil dihapus. Beruntung isi dokumen itu tidak sempat dipublikasikan sebelum disadari pihak berwenang. Undang-undang Israel mengarahkan media untuk menyerahkan ke kantor Sensor Militer semua publikas yang berkaitan dengan isu-isu keamanan nasional. Menurut protokol tersebut, Kementerian Pertahanan harus menghubungi Departemen Keamanan Informasi IDF untuk mendapatkan persetujuan saat merilis file dokumen rahasia. Masih belum jelas bagaimana kesalahan itu bisa terjadi.
Project Iceworm
Dokumen Rahasia Militer Israel
Dokumen resmi berkategori rahasia negara tentang dua sistem militer Israel yang sangat rahasia, tidak pernah dipublikasikan, bocor ke publik secara online. Kebocoran dokumen milik Pasukan Pertahanan Israel (IDF) itu gambarkan sebagai "kesalahan keamanan informasi serius". Dokumen tersebut mengungkapkan informasi rahasia mengenai kemampuan dan metode operasional IDF.
Seperti dilansir Middle East Monitor pada 7 Maret 2018, dokumen yang bocor itu ditandatangani oleh Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman. Surat kabar Israel, Hareetz mengatakan meski isi dari dokumen itu dapat dilihat bebas masyarakat di Internet, namun media telah dilarang menulisnya karena akan dianggap sebagai pelanggaran peraturan sensor militer. Bahkan satu dari dua dokumen yang bocor itu digolongkan sangat rahasia sehingga dilarang bagi mereka yang mengetahuinya untuk menyebutnya melalui percakapan telepon.
Kedua dokumen itu sempat diakses publik selama beberapa waktu sebelum akhirnya berhasil dihapus. Beruntung isi dokumen itu tidak sempat dipublikasikan sebelum disadari pihak berwenang. Undang-undang Israel mengarahkan media untuk menyerahkan ke kantor Sensor Militer semua publikas yang berkaitan dengan isu-isu keamanan nasional. Menurut protokol tersebut, Kementerian Pertahanan harus menghubungi Departemen Keamanan Informasi IDF untuk mendapatkan persetujuan saat merilis file dokumen rahasia. Masih belum jelas bagaimana kesalahan itu bisa terjadi.
Project Iceworm
Pada 1960-an, Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army) memulai tugas rahasia membangun sejumlah situs peluncuran rudal nuklir di bawah lapisan es Tanah Hijau (Greenland). Tujuannya adalah menempatkan rudal jangkauan menengah yang cukup dekat untuk menyerang sasaran-sasaran di dalam Uni Soviet.
Progam yang dinamai Project Iceworm. Tapi, untuk pengujian kelayakan, pihak US Army menjalankan proyek riset "Camp Century" pada 1960. Dengan penyamaran ini, para insinyur membangun jejaring bangunan dan terowongan bawah tanah, termasuk ruang tinggal, dapur, ruang rekreasi, ruang kesehatan, laboratium, gudang, pusat komunikasi, dan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Pangkalan itu bahkan dirahasiakan dari pemerintah Denmark dan beroperasi selama 7 tahun, padahal Tanah Hijau merupakan wilayah Denmark. Program dihentikan pada 1966 setelah pergeseran es menyebabkan kondisi tidak stabil. Sekarang, puing-puing Project Icewom terkubur di bawah salju Kutub Utara.
Harian the New York Times memperoleh bocoran salinan dokumen 400 halaman yang berisi tentang bagaimana pemerintah China mengelola kamp penahanan bagi etnis minoritas muslim di Provinsi Xinjiang. Pemerintah China selama tiga tahun terakhir diduga menahan sekitar satu juta muslim dari etnis Uighur, Kazakhs dan lainnya di Xinjiang di banyak kamp penahanan.
Dilansir dari laman the New York Times, Minggu (17/11), dalam dokumen itu para pemerintah daerah diarahkan untuk menjelaskan apa yang terjadi pada keluarga dari seorang anak yang baru pulang dari sekolah atau kuliahnya di kota lain dan ketika tiba di rumah orang tuanya tidak ada karena ditahan pemerintah.
Dalam dokumen itu ada contoh naskah tanya-jawab antara pemerintah daerah dengan si mahasiswa yang keluarganya ditahan pemerintah. Anak-anak mereka juga diberitahu tindakan mereka bisa membuat orangtua atau keluarga mereka ditahan lebih lama atau lebih singkat.
Pemerintah China yang dikuasai Partai Komunis sudah membantah kritikan dari dunia internasional tentang kamp penahanan itu. Mereka menyebut tempat pelatihan/kursus itu memakai metode halus untuk memerangi ekstremisme Islam. Namun bocoran dokumen mengatakan sebaliknya.
Berkas-berkas yang bocor itu keseluruhan ada 24 dokumen, di antaranya berisi materi yang diduplikasi. Dokumen itu juga memuat 200 halaman pidato internal Xi dan para pemimpin partai lainnya serta lebih dari 150 halaman berisi arahan dan laporan dari pemantauan dan pengelolaan etnis Uighur di Xinjiang. Selain itu ada juga rujukan untuk merencanakan pelarangan Islam di sejumlah wilayah China lainnya.
Berkas dokumen ini dibocorkan oleh seorang pejabat pemerintah yang tidak ingin diketahui identitasnya dan dia berharap pengungkapan ini bisa mencegah para pemimpin partai, termasuk Presiden Xi, lari dari tanggung jawab.
Dokumen berisi arsip kabel rahasia intelijen diperoleh The Intercept dan dibagikan kepada The New York Times. Isinya mengungkapkan secara rinsi bagaimana peran Iran di dalam pemerintahan Irak.
Bocoran tersebut mengungkap pengaruh besar Iran di Irak, merinci tahun-tahun kerja keras mata-mata Iran untuk mengkooptasi para pemimpin negara tersebut, membayar agen intelijen Irak yang bekerja untuk Amerika untuk berpindah pihak dan menyusup ke setiap aspek kehidupan politik, ekonomi dan agama Irak.
Sejumlah kabel intelijen menjelaskan bagaimana cara kerja agen intelijen sebagaimana sering terlihat dalam film-film spionase. Pertemuan berlangsung di lorong-lorong gelap dan pusat perbelanjaan atau dalam sebuah pesta ulang tahun.
Informan mengintai di bandara Baghdad, memotret tentara Amerika dan mengawasi penerbangan militer koalisi. Agen intelijen berkendara melewati jalur yang berkelok-kelok untuk menghindari pengawasan.
Sumber-sumber intelijen dihujani hadiah kacang pistachio, minyak wangi, dan safron. Pejabat Irak, jika diperlukan, akan disogok. Laporan itu juga berisi laporan pengeluaran dari pejabat Kementerian Intelijen di Irak, termasuk menghabiskan 87,5 Euro untuk hadiah komandan Kurdi.
Dilansir dari New York Times, Selasa (19/11), dalam bocoran dokumen itu juga menunjukkan bagaimana Iran, di hampir setiap kesempatan, mengalahkan Amerika Serikat dalam perebutan pengaruh di Irak.
Arsip itu terdiri dari ratusan laporan dan kabel intelijen tertulis utamanya pada 2014 dan 2015 oleh pejabat Kementerian Intelijen dan Keamanan Iran atau MOIS, yang bertugas di Irak.
Diminta tanggapan atas berita ini, Juru Bicara Iran untuk misi PBB, Alireza Miryusefi, mengatakan tengah tak berada di tempat sampai akhir bulan ini. Duta Besar Iran untuk PBB, Majid Takht-Ravanchi, tak menanggapi permintaan tertulis yang dikirimkan ke rumah dinasnya. Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif juga tak menanggapi permintaan konfirmasi.
Saat dihubungi via telepon, Duta Besar Iran untuk Irak dari 2010-2017, Hassan Danaiefar, menolak membahas secara langsung kebocoran kabel intelijen, namun dia mengatakan Iran lebih unggul dalam pengumpulan informasi di Irak.
"Iya, kami memiliki banyak informasi dari Irak dalam sejumlah isu, khususnya tentang apa yang Amerika lakukan di sana. Ada kesenjangan besar antara realitas dan persepsi aksi AS di Irak. Saya punya banyak cerita untuk disampaikan," jelasnya. Danaiefar menolak menjelaskan lebih lanjut.
Sekitar 700 halaman bocoran dokumen itu dikirim tanpa nama ke The Intercept, yang kemudian diterjemahkan dari Bahasa Persia ke Bahasa Inggris dan dibagikan ke New York Times. The Intercept dan The Times memverifikasi dokumen tersebut tapi tak diketahui siapa yang membocorkannya.
The Intercept berkomunikasi melalui jaringan enkripsi dengan sumber tersebut, namun yang bersangkutan menolak bertemu dengan seorang reporter. Dalam pesan tanpa nama ini, sumber tersebut mengatakan mereka ingin "dunia tahu apa yang Iran lakukan di negara saya Irak."
Sebagaimana komunikasi internal dari aksi mata-mata, beberapa laporan berisi laporan intelijen mentah yang akurasinya dipertanyakan, sementara yang lainnya tampak merepresentasikan pandangan pejabat intelijen dan sumber-sumber dengan agenda tersendiri.
Beberapa laporan berisi hal-hal lucu seperti salah satunya menggambarkan mata-mata Iran membobol Institut Budaya Jerman di Irak hanya untuk menemukan kode yang salah. Ada juga mata-mata yang digertak pimpinannya di Teheran karena malas. Tetapi pada umumnya, para agen intelijen yang digambarkan dalam dokumen-dokumen itu tampak sabar, profesional, dan pragmatis.
Tugas utama mereka adalah menjaga Irak jangan sampai hancur; memperbanyak militan Sunni di perbatasan Iran; turun ke perang sektarian yang menjadikan Muslim Syiah menjadi target kekerasan; dan melawan pasukan Kurdistan yang akan mengancam stabilitas regional dan integritas teritorial Iran. Garda Revolusi dan Jenderal Suleimani juga bertugas memberantas ISIS, namun dengan fokus yang lebih besar untuk meningkatkan peran Irak sebagai negara sekutu Iran dan memastikan faksi politik yang setia ke Iran tetap berkuasa.
Pada 2018 lalu, media Inggris, The Guardian mendapatkan bocoran dokumen internal tentang cetak biru perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica yang mengklaim memenangkan Donald Trump dalam pemilu presiden 2016 dengan memakai media sosial dan digital seperti Google, Snapchat, Twitter, YouTube, dan Facebook.
Nama Cambridge Analytica juga dikaitkan dengan berita pencurian jutaan data pribadi pengguna Facebook. Materi presentasi sepanjang 27 halaman itu dibuat oleh pegawai Cambridge Analytica yang terlibat dalam kampanye Trump pada pilpres 2016.
Seorang mantan pegawai mengatakan kepada The Guardian, tentang rincian bagaimana teknik yang dipakai tim kampanye Trump untuk menyasar para pemilih AS melalui berbagai kanal digital di Internet.
Dilansir dari laman The Guardian, Jumat (23/3/2018), lewat survei intensif, pemodelan algoritma yang menargetkan 10 ribu iklan berbeda kepada para pembaca, tim kampanye Trump bekerja dalam bulan-bulan terakhir menjelang hari pemilihan. Dari dokumen presentasi itu dikatakan iklan politik Trump dilihat miliaran kali oleh pembaca.
Dokumen cetak biru pemenangan Trump ini pernah dipresentasikan di London, New York, dan Washington DC beberapa pekan sebelum Trump dinyatakan menang pemilu. Dokumen ini memperlihatkan bagaimana perusahaan konsultan politik dengan cara curang memenangkan sosok paling kontroversial dalam sejarah politik modern.
"Ini adalah kumpulan data kampanye digital untuk Trump," kata Brittany Kaiser, 30 tahun, yang sebelumnya menjabat direktur pengembangan bisnis Cambridge Analytica yang kemudian mengundurkan diri dua pekan lalu.
Dia adalah mantan pegawai Cambridge Analytica kedua yang berbicara dengan The Guardian tentang bagaimana cara kerja konsultan politik ini.
Brittany menuturkan dokumen yang diperoleh Guardian ini dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan metode rahasia kampanye untuk berbagai klien potensial Cambridge Analytica.
"Ada keinginan besar dari orang-orang di dalam lingkaran perusahaan yang ingin melihat bagaimana kami melakukannya," kata Kaiser soal pilpres AS pada 2016.
Selama 18 tahun Amerika berperang di Afghanistan. Sebagai bagian dari proyek pemerintah untuk mencari tahu apa yang salah, sebuah lembaga federal mewawancarai lebih dari 400 orang yang terlibat langsung dengan perang ini. Dalam wawancara ini, para jenderal, duta besar, diplomat, dan individu menyampaikan kesaksiannya tentang kesalahan-kesalahan yang membuat perang Afghanistan justru berlangsung semakin lama.
Pernyataan-pernyataan utuh dan identitas mereka belum pernah dipublikasikan--hingga sekarang. Setelah bertarung secara hukum selama tiga tahun, harian the Washington Post merilis lebih dari 2.000 halaman wawancara bertajuk "Lessons Learned" atau "Pelajaran yang Dipetik" yang dilakukan oleh Kantor Inspektur Jenderal Khusus untuk Pembangunan Kembali Afghanistan. Dari wawancara-wawancara itu terungkap tidak ada kesepakatan soal apa yang menjadi tujuan perang sebenarnya, apalagi tentang bagaimana mengakhirinya.
Untuk mendukung hasil wawancara-wawancara itu, Washington Post juga memperoleh ratusan memo rahasia mantan Menteri Pertahanan Donald H Rumsfeld dari Arsip Keamanan Nasional, institut penelitian nirlaba. Memo-memo yang dikenal sebagai "kepingan salju" itu berisi instruksi atau komentar dari Rumsfeld kepada bawahannya soal perang Afghanistan.
Hasil wawancara dan memo Rumsfeld itu mengungkap sebuah rahasia tentang sejarah konflik dan memberi wawasan baru tentang bagaimana tiga presiden AS selama dua dekade gagal memenuhi janji untuk mengakhiri perang.
Bertahun-tahun, pejabat AS gagal memberi tahu publik tentang apa yang sebenarnya terjadi di Afghanistan.
Kumpulan wawancara Lesson Learned isinya bertentangan dengan pernyataan dari presiden, jenderal, dan diplomat AS selama bertahun-tahun. Kumpulan wawancara itu memperlihatkan dengan jelas bagaimana pemerintah AS mengumumkan kabar yang mereka tahu adalah salah dan menyembunyikan bukti tentang perang yang tidak bisa dimenangkan.
Sejumlah wawancara menggambarkan dengan jelas upaya pemerintah AS untuk secara sengaja membohongi publik dan memperlihatkan budaya tidak mau menerima berita buruk dan kritikan.
Para pejabat AS mengakui misi mereka tidak punya strategi dan tujuannya yang jelas.
Awalnya, alasan menyerang Afghanistan cukup jelas: menghancurkan Al-Qaidah. Tapi ketika tujuan itu sebagian besar sudah tercapai, para pejabat mengatakan misi AS di Afghanistan mulai kabur dan mereka menjalankan strategi yang bertentangan dan tak bisa dicapai. Mereka yang terlibat dalam perang itu berupaya keras menjawab pertanyaan paling mendasar sekali pun: Siapa musuh kita? Siapa yang kita anggap sekutu? Dan bagaimana kita tahu kita sudah menang?
"Kalau ada tugas yang ternyata jauh dari bayangan kita sebelumnya, maka itu adalah Afghanistan," kata Richard Boucher, diplomat AS untuk Asia Selatan dari 2006-2009, berdasarkan sebuah transkrip wawancara pada 2015.
Bertahun-tahun berperang, AS masih belum memahami Afghanistan.
Puluhan pejabat AS dan Afghanistan dalam wawancara itu mengatakan banyak kebijakan AS--dari mulai melatih pasukan Afghan untuk melawan perdagangan opium--sudah pasti gagal karena hanya berdasarkan asumsi dari negara yang tidak mereka pahami.
AS menghabiskan banyak uang untuk membentuk Afghanistan tapi dalam perjalannya justru membangkitkan korupsi.
Kucuran dana dari AS untuk Afghanistan melebihi kemampuan negara itu untuk menyerapnya. Akibatnya penyuapan, penggelapan, dan korupsi merajalela. Salah satu penasihat AS mengatakan di pangkalan udara tempat dia bertugas, banyak orang Afghan beraroma bahan bakar jet tempur karena mereka menyelundupkan barang itu untuk dijual ke pasar gelap.
Tentara Jepang selama Perang Dunia II meminta pemerintahnya untuk menyediakan satu budak seks untuk setiap 70 tentara. Informasi itu terkuak dalam dokumen sejarah yang dibocorkan Kyodo News saat menyoroti peran negara dalam apa yang disebut sistem 'wanita penghibur'.
Ke-23 dokumen tersebut dikumpulkan Sekretariat Kabinet Jepang antara April 2017 dan Maret 2019, termasuk 13 kiriman rahasia dari konsulat Jepang di China ke Kementerian Luar Negeri di Tokyo pada 1938, menurut Kyodo, dikutip dari AP, Minggu (8/12/2019).
Masalah budak seks telah menjadi sumber perselisihan yang menyakitkan antara Korea Selatan dan Jepang. Para wanita itu tak hanya dari Korea, tapi juga Taiwan dan Australia, Filipina serta Jepang.
Pada 1993, Sekretaris Kabinet yang saat itu menjabat, Yohei Kono, juru bicara pemerintah, meminta maaf atas sistem 'wanita penghibur' dan mengakui keterlibatan militer Jepang dalam mengambil perempuan di luar kehendak mereka.
Laporan Kyodo menunjukkan satu kabar dari konsul jenderal Jinan, China, kepada menteri luar negeri yang mengatakan invasi Jepang telah menyebabkan lonjakan prostitusi di daerah itu, dengan 101 geisha dari Jepang, 110 wanita penghibur dari Jepang, dan 228 wanita penghibur dari Korea.
Dikatakan, "setidaknya 500 wanita penghibur harus terkonsentrasi di sini pada akhir April," untuk tentara Jepang.
Catatan itu menyiratkan bahwa para wanita yang disebut sebagai 'geisha' mungkin datang sendiri, sebagai lawan dari budak seks yang dipaksa.
Kabar lain dari konsul jenderal Qingdao di provinsi Shandong di China mengatakan Angkatan Darat Kekaisaran meminta seorang wanita untuk menampung setiap 70 tentara, sementara angkatan laut meminta 150 lebih banyak wanita penghibur dan geisha, kata Kyodo.
Jumlah budak seks tidak pasti, tetapi para sejarawan mengatakan mereka berjumlah puluhan ribu atau lebih, dan tujuan mereka adalah untuk mencegah penyebaran penyakit dan mengurangi pemerkosaan di antara prajurit.
referensi
https://dunia.tempo.co/read/1068001/dokumen-rahasia-militer-israel-bocor-apa-isinya/full&view=okhttps://www.merdeka.com/dunia/bocoran-bocoran-dokumen-rahasia-negara-yang-menggemparkan-dunia-internasional.html
https://www.liputan6.com/global/read/2678752/7-misi-rahasia-cia-yang-bocor-ke-publik